Jumat, 12 Juli 2013

Sejarah Shalat Tarwih


Shalat Tarawih adalah suatu ibadah Sunnah yang paling diburu oleh umat Muslim dikala bulan Ramadhan tiba, karena Shalat tarawih ini hanya terdapat pada bulan Ramadhan, bulan yang dianggap suci bagi seluruh umat Muslim di seluruh dunia.

Untuk berbagi tentang sejarah dan keutamaan Shalat tarawih ini, berikut kami sajikan tentang sejarah, hukum dan keutamaan Shalat Tarawih ini, semoga bermanfaat bagi kita semua, (Sabtu, 28/7).

Sejarah Shalat Tarawih

Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau menuturkan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami di bulan Ramadhan sebanyak 8 raka’at lalu beliau berwitir.

Pada malam berikutnya, kami pun berkumpul di masjid sambil berharap beliau akan keluar. Kami terus menantikan beliau di situ hingga datang waktu fajar. Kemudian kami menemui beliau dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami menunggumu tadi malam, dengan harapan engkau akan shalat bersama kami.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sesungguhnya aku khawatir kalau akhirnya shalat tersebut menjadi wajib bagimu.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari [2012] dalam kitab Shalatut Tarawih dan Muslim [761] dalam kitab Shalatul Musafirin. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa derajat hadits ini hasan).

Dari Abu Salamah bin Abdirrahman radhiyallahu ‘anhu, dia mengabarkan bahwa dia pernah bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Bagaimana shalat malam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadhan?”. ‘Aisyah mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah jumlah raka’at dalam shalat malam di bulan Ramadhan dan tidak pula dalam shalat lainnya lebih dari 11 raka’at.” (HR. Al-Bukhari [1147] dan Muslim [738]).

Dari Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di malam hari adalah 13 raka’at.” (HR. Al-Bukhari [1138] dan Muslim [764]).

Sebagian ulama mengatakan bahwa shalat malam yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah 11 raka’at. Adapun dua raka’at lainnya adalah dua raka’at ringan yang dikerjakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pembuka melaksanakan shalat malam, sebagaimana hal ini dikatakan oleh Ibn Hajar dalam Fathul Bari [4/123].

Ibn Hajar al-Haitsamiy mengatakan, “Tidak ada satu hadits shahih pun yang menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat Tarawih 20 raka’at. Adapun hadits yang mengatakan “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melaksanakan shalat (Tarawih) 20 raka’at”, ini adalah hadits yang sangat-sangat lemah.” (Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Quwaitiyyah [2/9635]).

Ketika Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu menjabat khalifah, beliau melihat manusia shalat di masjid pada malam bulan Ramadhan, maka sebagian mereka ada yang shalat sendirian dan ada pula yang shalat secara berjama’ah. Kemudian beliau mengumpulkan manusia dalam satu jama’ah dan dipilihlah Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu sebagai imam. (Lihat Shahih Al-Bukhari pada kitab Shalat Tarawih).

Al-Kasaani rahimahullahu mengatakan, “Umar mengumpulkan para sahabat untuk melaksanakan qiyamu Ramadhan lalu diimami oleh Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu. Lalu shalat tersebut dilaksanakan 20 raka’at. Tidak ada seorang pun yang mengingkarinya sehingga pendapat ini menjadi ijma’ atau kesepakatan para sahabat.” (Lihat Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah [2/9636]).

Ibn At-Tin rahimahullahu dan lainnya berkata, “Umar menetapkan hukum itu dari pengakuan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap orang yang shalat bersama beliau pada malam-malam tersebut, walaupun beliau tidak senang hal itu bagi mereka, karena tidak senangnya itu lantaran khawatir menjadi kewajiban bagi mereka. Tetapi setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, maka dinilai aman dari rasa khawatir tersebut dan hal itu menjadi pegangan bagi Umar, karena perbedaan dan menimbulkan perpecahan umat, dan karena persatuan akan lebih mempergiat banyak para umat yang menjalankan shalat.”

Mengenai penamaan Tarawih (istirahat), karena para jama’ah yang pertama kali berkumpul untuk qiyamu Ramadhan ber-istirahat setelah dua kali salam (yaitu setelah melaksanakan 2 raka’at ditutup dengan salam kemudian mengerjakan 2 raka’at lagi lalu ditutup dengan salam). (Lisanul Arab [2/462] dan Fathul Bari [4/294]).

Hukum Shalat Tarawih

Menurut Imam An-Nawawi rahimahullahu, yang dimaksud dengan qiyamu Ramadhan adalah shalat Tarawih dan ulama telah bersepakat bahwa shalat Tarawih hukumnya mustahab (sunnah). (Syarh Shahih Muslim [6/282]). Dan beliau menyatakan pula tentang kesepakatan para ulama tentang sunnahnya hukum shalat Tarawih ini dalam Syarh Shahih Muslim [5/140] dan Al-Majmu’ [3/526].

Al-Hafizh Ibn Hajar rahimahullahu memperjelas kembali tentang hal tersebut: “Maksudnya bahwa qiyamu Ramadhan dapat diperoleh dengan melaksanakan shalat Tarawih dan bukanlah yang dimaksud dengan qiyamu Ramadhan hanya diperoleh dengan melaksanakan shalat Tarawih saja (dan meniadakan amalan lainnya).” (Fathul Bari [4/295]).

Bahkan menurut ulama Hanafiyah, Hanabilah, dan Malikiyyah, hukum shalat Tarawih adalah sunnah mu’akkad (sangat dianjurkan). Shalat ini dianjurkan bagi laki-laki dan perempuan.

Keutamaan Shalat Tarawih

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melakukan qiyamu Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (Diriwayatkan Al-Bukhari [1901] dalam kitab Ash-Shaum dan Muslim [760] dalam kitab Shalatul Musafirin).

Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengumpulkan keluarga dan para sahabatnya. Lalu beliau bersabda, “Siapa yang shalat (malam) bersama imam hingga ia selesai, maka ditulis untuknya pahala melaksanakan shalat satu malam penuh.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud [1375] dalam kitab Ash-Shalah; At-Tirmidzi [806] dalam kitab Ash-Shiam; An-Nasa’i [1605] dalam kitab Qiyamul Lail; dan Ibn Majah [1327] dalam kitab Iqamatush Shalah. At-Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan shahih).

Berkenaan dengan hadits di atas, Imam Ibn Qudamah rahimahullahu mengatakan, “Dan hadits ini adalah khusus pada qiyamu Ramadhan (Tarawih).” (Al-Mughni [2/606]).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar